Matematika dalam musik
Matematika dalam musik
Kaitan matematika dengan musik sebenarnya telah lama, paling tidak semenjak masa Pitagoras. Hal ini berangkat dari moto perguruan tingginya “semuanya adalah bilangan.” Bagi mereka, bilangan asli dan rasionya merupakan basis dari semua fenomena alam apakah itu di bumi maupun di langit. Dalam musik, perguruan Pitagoras mempelajari hubungan antara panjang senar yang direntangkan dan nada yang dihasilkannya. Sebagai contoh, bila panjang sebuah senar dipotong, maka suara yang dipancarkan oleh petikan senar akan naik satu oktaf. Penyelidikan demikian membawa pada studi keselarasan musik.
Perkembangan selanjutnya adalah munculnya konsep skala dalam musik. Skala adalah himpunan nada musikal yang menjadi bahan untuk sebagian atau seluruh karya musik. Skala pada dasarnya disusun dalam pitch, dengan pengaturannya memberikan ukuran jarak musikal. Skala berbeda dengan mode musik. Skala tidak memiliki sebuah pitch primer atau tonik. Jadi sebuah skala dapat memiliki banyak mode berbeda, tergantung pada nada mana yang dipilih sebagai primer.
Jarak antara dua nada berurutan dalam skala disebut langkah skala. Komposer sering mengubah pola musik dengan menggerakkan tiap nada pada pola dengan jumlah langkah skala yang tetap. Sebagai contoh, dalam skala C mayor, pola C-D-E dapat digeser naik satu langkah skala menjadi D-E-F. Karena langkah sebuah skala dapat berukuran berbeda beda, proses ini membuat variasi melodik dan harmonik pada musiknya. Variasi inilah yang memberi musik skalar kerumitannya.
Skala dapat dinyatakan sesuai dengan selang yang dimuatnya, yaitu diatonis, kromatis, dan nada penuh. Skala juga dapat dinyatakan berdasarkan kelas pitch yang dimuatnya, yaitu yang paling umum: pentatonis, heksatonis, heptatonis atau lima, enam dan tujuh skala nada. Skala yang digunakan pada musik prasejarah adalah ditonis atau dua, tritonis atau tiga, tetratonis atau empat. Yang paling umum dijumpai dalam jazz dan musik klasik modern adalah oktatonis atau delapan.
Skala sering diabstraksi dari penampilan atau komposisi, walaupun mereka sering digunakan sebelum komposisi untuk memandu atau membatasi sebuah komposisi. Satu atau lebih skala dapat dipakai dalam sebuah komposisi, seperti dalam karya Debussy, L’Isle Joyeuse. Dibawahnya, skala pertama adalah skala nada penuh, sementara skala kedua dan ketiga adalah skala diatonis. Ketiganya digunakan dalam pembukaan karya Debussy.
Musik dalam matematika
Matematika memiliki beberapa persamaan dengan musik. Sedikit orang yang berbakat untuk mengarang musik, tapi banyak yang dapat memahami, menyanyikan atau semata menikmatinya. Begitu juga matematika. Sedikit saja orang yang berbakat untuk menemukan fakta matematika baru. Tapi banyak yang dapat memahami, menggunakan atau semata menikmati keindahannya. Masalahnya, bagaimana seorang guru matematika dapat mengajarkan matematika seperti seorang bintang rock di atas panggung.
Persamaan lain ada pada pemahamannya. Untuk memahami musik, orang harus menikmati seluruh lagu. Dari awal hingga akhir, dan menangkap maknanya. Iramanya dan strukturnya. Begitu juga memahami matematika. Untuk memahaminya, seseorang harus mempelajari teori komprehensifnya, pembelajaran yang panjang dan penerapannya di dunia nyata.
Dalam musik, bukan hanya garis melodi yang dibuka membuatnya bertambah indah. Namun juga variasi tema, modulasi mengesankan dalam lonjakan atau turunnya irama dapat menjadi klimaks dari emosi. Dalam matematika, hal yang sama berlaku. Tipe fenomena, metode pengajuan masalah yang bervariasi dan metode pemecahan masalah yang mengesankan dapat menjadi klimaks dari kegembiraan seseorang yang memecahkan soal matematika atau menemukan teorema baru.
Banyak orang sayangnya tidak menyadari kalau mereka dalam kondisi yang sama dengan lenyapnya musik. Bagaimana rasanya jika saat dewasa anda tidak lagi mendengarkan musik? Dan inilah matematika yang kita bicarakan, banyak orang melupakan matematika. Padahal seperti apa yang dikatakan Galileo, Dunia ditulis dengan matematika. Inilah matematika, yang mencapai jauh ke dalam intuisi kita dan keluar melintasi alam semesta. Matematika menjelaskan atom dan bintang, membantu kita memahami bagaimana sungai dan pembuluh darah bercabang. Matematika adalah studi bagaimana hubungan yang ideal di buat dan faktanya ada jauh di sana, di sekitar dan di dalam diri kita. Ia bukan hanya membantu kita melihat keseimbangan pendapatan dan pengeluaran; ia membantu kita melihat keseimbangan dalam tak terhitung peristiwa dan bentuk dari simetri yang tersembunyi di balik keacakan. Di saat yang sama, kita dapat melihat bagaimana ia independen, seperti halnya musik. Baik murni maupun terapan, matematika tidak mengikut pada persuasi ataupun keimanan, namun pada dirinya sendiri. Matematika adalah kebebasan, kita memainkannya seperti memainkan musik.
Kaitan matematika dengan musik sebenarnya telah lama, paling tidak semenjak masa Pitagoras. Hal ini berangkat dari moto perguruan tingginya “semuanya adalah bilangan.” Bagi mereka, bilangan asli dan rasionya merupakan basis dari semua fenomena alam apakah itu di bumi maupun di langit. Dalam musik, perguruan Pitagoras mempelajari hubungan antara panjang senar yang direntangkan dan nada yang dihasilkannya. Sebagai contoh, bila panjang sebuah senar dipotong, maka suara yang dipancarkan oleh petikan senar akan naik satu oktaf. Penyelidikan demikian membawa pada studi keselarasan musik.
Perkembangan selanjutnya adalah munculnya konsep skala dalam musik. Skala adalah himpunan nada musikal yang menjadi bahan untuk sebagian atau seluruh karya musik. Skala pada dasarnya disusun dalam pitch, dengan pengaturannya memberikan ukuran jarak musikal. Skala berbeda dengan mode musik. Skala tidak memiliki sebuah pitch primer atau tonik. Jadi sebuah skala dapat memiliki banyak mode berbeda, tergantung pada nada mana yang dipilih sebagai primer.
Jarak antara dua nada berurutan dalam skala disebut langkah skala. Komposer sering mengubah pola musik dengan menggerakkan tiap nada pada pola dengan jumlah langkah skala yang tetap. Sebagai contoh, dalam skala C mayor, pola C-D-E dapat digeser naik satu langkah skala menjadi D-E-F. Karena langkah sebuah skala dapat berukuran berbeda beda, proses ini membuat variasi melodik dan harmonik pada musiknya. Variasi inilah yang memberi musik skalar kerumitannya.
Skala dapat dinyatakan sesuai dengan selang yang dimuatnya, yaitu diatonis, kromatis, dan nada penuh. Skala juga dapat dinyatakan berdasarkan kelas pitch yang dimuatnya, yaitu yang paling umum: pentatonis, heksatonis, heptatonis atau lima, enam dan tujuh skala nada. Skala yang digunakan pada musik prasejarah adalah ditonis atau dua, tritonis atau tiga, tetratonis atau empat. Yang paling umum dijumpai dalam jazz dan musik klasik modern adalah oktatonis atau delapan.
Skala sering diabstraksi dari penampilan atau komposisi, walaupun mereka sering digunakan sebelum komposisi untuk memandu atau membatasi sebuah komposisi. Satu atau lebih skala dapat dipakai dalam sebuah komposisi, seperti dalam karya Debussy, L’Isle Joyeuse. Dibawahnya, skala pertama adalah skala nada penuh, sementara skala kedua dan ketiga adalah skala diatonis. Ketiganya digunakan dalam pembukaan karya Debussy.
Musik dalam matematika
Matematika memiliki beberapa persamaan dengan musik. Sedikit orang yang berbakat untuk mengarang musik, tapi banyak yang dapat memahami, menyanyikan atau semata menikmatinya. Begitu juga matematika. Sedikit saja orang yang berbakat untuk menemukan fakta matematika baru. Tapi banyak yang dapat memahami, menggunakan atau semata menikmati keindahannya. Masalahnya, bagaimana seorang guru matematika dapat mengajarkan matematika seperti seorang bintang rock di atas panggung.
Persamaan lain ada pada pemahamannya. Untuk memahami musik, orang harus menikmati seluruh lagu. Dari awal hingga akhir, dan menangkap maknanya. Iramanya dan strukturnya. Begitu juga memahami matematika. Untuk memahaminya, seseorang harus mempelajari teori komprehensifnya, pembelajaran yang panjang dan penerapannya di dunia nyata.
Dalam musik, bukan hanya garis melodi yang dibuka membuatnya bertambah indah. Namun juga variasi tema, modulasi mengesankan dalam lonjakan atau turunnya irama dapat menjadi klimaks dari emosi. Dalam matematika, hal yang sama berlaku. Tipe fenomena, metode pengajuan masalah yang bervariasi dan metode pemecahan masalah yang mengesankan dapat menjadi klimaks dari kegembiraan seseorang yang memecahkan soal matematika atau menemukan teorema baru.
Banyak orang sayangnya tidak menyadari kalau mereka dalam kondisi yang sama dengan lenyapnya musik. Bagaimana rasanya jika saat dewasa anda tidak lagi mendengarkan musik? Dan inilah matematika yang kita bicarakan, banyak orang melupakan matematika. Padahal seperti apa yang dikatakan Galileo, Dunia ditulis dengan matematika. Inilah matematika, yang mencapai jauh ke dalam intuisi kita dan keluar melintasi alam semesta. Matematika menjelaskan atom dan bintang, membantu kita memahami bagaimana sungai dan pembuluh darah bercabang. Matematika adalah studi bagaimana hubungan yang ideal di buat dan faktanya ada jauh di sana, di sekitar dan di dalam diri kita. Ia bukan hanya membantu kita melihat keseimbangan pendapatan dan pengeluaran; ia membantu kita melihat keseimbangan dalam tak terhitung peristiwa dan bentuk dari simetri yang tersembunyi di balik keacakan. Di saat yang sama, kita dapat melihat bagaimana ia independen, seperti halnya musik. Baik murni maupun terapan, matematika tidak mengikut pada persuasi ataupun keimanan, namun pada dirinya sendiri. Matematika adalah kebebasan, kita memainkannya seperti memainkan musik.
Komentar
Posting Komentar